Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berganti. Penggantian
regulasi ini merupakan kehendak atau amanat pasal 34 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, “Penyusunan
rancangan kebijakan umum APBD berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun”. Misalnya untuk penyusunan
APBD tahun anggaran 2012 ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012, dan untuk
penyusunan APBD tahun anggaran 2013 ditetapkan dengan Permendagri Nomor 37
Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013, serta untuk
penyusunan APBD tahun anggaran 2014 ditetapkan dengan Permendagri Nomor 27
Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014.
Pemerintah Daerah melalui TAPD, dan DPRD melalui Badan Anggaran dalam menyusun
dan membahas KUA/PPAS sampai dengan RAPBD, serta KUA Perubahan/PPAS Perubahan
sampai dengan RAPBD Perubahan wajib berpedoman pada regulasi pedoman penyusuan
APBD tersebut. Dan juga berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah, seperti Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolan Keuangan Daerah beserta perubahannya.
Untuk penyusunan KUA/PPAS serta APBD
tahun anggaran 2014 pemerintah daerah berpedoman pada Permendagri Nomor 27
Tahun 2013. Beberapa ketentuan dalam Permendagri Nomor 27 Tahun 2014 terdapat
”anomali” penganggaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan
Balai Pustaka, anomali diartikan sebagai ketidaknormalan, penyimpangan dari
normal, kelainan). Anomali “pengkaplingan” anggaran yang saya maksudkan adalah
terjadinya “pengkaplingan”
besaran dan prosentase anggaran belanja dalam Permendagri Nomor 27 Tahun 2013, ke dalam APBD Kabupaten/Kota.
besaran dan prosentase anggaran belanja dalam Permendagri Nomor 27 Tahun 2013, ke dalam APBD Kabupaten/Kota.
Contoh, sesuai Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional jo PP Nomor 24 tahun 2008
tentang Pendanaan Pendidikan, maka alokasi anggaran pendidikan paling sedikit
20%. Kemudian “pengkaplingan” anggaran belanja pendidikan minimal 20% ini
ditegaskan kembali dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2012. Selain alokasi
anggaran belanja pendidikan sudah dikapling dalam besaran dan prosentase
minimal 20%, maka Permendagri Nomor 27 Tahun 2014, juga telah “mengkapling”
anggaran belanja seperti untuk anggaran belanja kesehatan minimal 10%; belanja
pegawai sudah dikapling minimal sebesar 50%; dan belanja modal
sekurang-kurangnya sebesar 30% dari belanja daerah; belanja barang dan jasa;
belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa atau ADD (Alokasi Dana Desa)
minimal 10%; belanja hibah ke KPUD untuk pemilihan Kepala Daerah.
Selain itu, belanja bantuan keuangan
untuk partai politik sesuai Permendagri Nomor 24 Tahun 2009 tentang pedoman
tata cara penghitungan, penganggaran dalam APBD, pengajuan, penyaluran, dan
laporan pertanggunjawaban penggunanan bantuan partai politik; belanja TKI dan
BPOP untuk pimpinan dan anggota DPRD sesuai PP No 24 Tahun 2004 tentang
kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD terakhir diubah
dengan PP Nomor 21 Tahun 2007. Untuk DAK, sesuai pasal 41 ayat (1) UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang perimbangam keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah, “daerah penerima DAK wajib mengalokasikan dana pendamping
sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK”, yang dipertegas dengan Permendagri
Nomor 37 Tahun 2012. Demikian pula untuk dana pendamping Pamsimas, PNPM
pedesaan/perkotaan serta PNPM integrasi. Begitu pula anggaran kaplingan dari Pemerintah
Provinsi seperti anggaran BPPDGS (Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah dan Guru Swasta) yang merupakan program dan kegiatan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur akan tetapi harus menjadi beban anggaran Pemerintah
Kabupaten/Kota. Belum lagi dana “numpang lewat” seperti tunjangan sertifikat
guru dan tunjangan penghasilan guru; serta dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN
dulunya Jamkesmas dan Jampersal), yang semua sudah dikapling-kapling ke dalam
anggaran belanja daerah.
Pertanyaan sekarang adalah, jika
keseluruhan dana transfer atau dana perimbangan DAU, DAK maupun bagi hasil dari
pemerintah pusat, keseluruhan belanjanya sudah dikapling, maka yang akan
terjadi adalah beberapa urusan pemerintahan daerah baik urusan wajib maupun
urusan pilihan yang ada di beberapa SKPD, seperti Kesbangpol, Satpol-PP, Pemuda
dan Olahraga, Pengawasan, Perencanaan Pembangunan, Sosial, Kependudukan dan
Catatan Sipil, Pariwisata dan Budaya, Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM,
Pemerintahan Umum (Hukum, Humas, Organisasi dan Tata Laksana, Kepegawaian dan
Diklat) dan Lain-Lain Urusan Pemerintahan/SKPD Tidak Akan Mendapatkan Alokasi
Anggaran Belanja. (Kecuali Daerah2 ytang sudah mandiri dengan prosentis PAD lebih dari 70% kapan??????)
Jika dihitung-hitung dan
diprosentase, maka anggaran pendapatan keseluruhan mulai dari dana perimbangan
DAU, DAK dan bagi hasil, termasuk juga pendapatan asli daerah serta pendapatan
daerah lainnya ikut dikapling oleh pemerintah pusat ke dalam besaran dan
prosentase belanja yang mereka tetapkan sebagaimana diatur dalam Permendagri
Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 beserta
peraturan perundang-undangan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar