Atas

Tidak Ada Pembangunan Tanpa Perencanaan, Tidak Ada Perencanaan Tanpa Data dan Informasi, Tidak Ada Data Tanpa Penelitian

Jumat, 16 Mei 2014

KAPLINGISASI pada APBD

 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berganti. Penggantian regulasi ini merupakan kehendak atau amanat pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, “Penyusunan rancangan kebijakan umum APBD berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun”. Misalnya untuk penyusunan APBD tahun anggaran 2012 ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012, dan untuk penyusunan APBD tahun anggaran 2013 ditetapkan dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013, serta untuk penyusunan APBD tahun anggaran 2014 ditetapkan dengan Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014.
Pemerintah Daerah melalui TAPD, dan DPRD melalui Badan Anggaran dalam menyusun dan membahas KUA/PPAS sampai dengan RAPBD, serta KUA Perubahan/PPAS Perubahan sampai dengan RAPBD Perubahan wajib berpedoman pada regulasi pedoman penyusuan APBD tersebut. Dan juga berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolan Keuangan Daerah beserta perubahannya.
Untuk penyusunan KUA/PPAS serta APBD tahun anggaran 2014 pemerintah daerah berpedoman pada Permendagri Nomor 27 Tahun 2013. Beberapa ketentuan dalam Permendagri Nomor 27 Tahun 2014 terdapat ”anomali” penganggaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka, anomali diartikan sebagai ketidaknormalan, penyimpangan dari normal, kelainan). Anomali “pengkaplingan” anggaran yang saya maksudkan adalah terjadinya “pengkaplingan”
besaran dan prosentase anggaran belanja dalam Permendagri Nomor 27 Tahun 2013, ke dalam APBD Kabupaten/Kota.
Contoh, sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional jo PP Nomor 24 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, maka alokasi anggaran pendidikan paling sedikit 20%. Kemudian “pengkaplingan” anggaran belanja pendidikan minimal 20% ini ditegaskan kembali dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2012. Selain alokasi anggaran belanja pendidikan sudah dikapling dalam besaran dan prosentase minimal 20%, maka Permendagri Nomor 27 Tahun 2014, juga telah “mengkapling” anggaran belanja seperti untuk anggaran belanja kesehatan minimal 10%; belanja pegawai sudah dikapling minimal sebesar 50%; dan belanja modal sekurang-kurangnya sebesar 30% dari belanja daerah; belanja barang dan jasa; belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa atau ADD (Alokasi Dana Desa) minimal 10%; belanja hibah ke KPUD untuk pemilihan Kepala Daerah.

Selain itu, belanja bantuan keuangan untuk partai politik sesuai Permendagri Nomor 24 Tahun 2009 tentang pedoman tata cara penghitungan, penganggaran dalam APBD, pengajuan, penyaluran, dan laporan pertanggunjawaban penggunanan bantuan partai politik; belanja TKI dan BPOP untuk pimpinan dan anggota DPRD sesuai PP No 24 Tahun 2004 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD terakhir diubah dengan PP Nomor 21 Tahun 2007. Untuk DAK, sesuai pasal 41 ayat (1) UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangam keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, “daerah penerima DAK wajib mengalokasikan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK”, yang dipertegas dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012. Demikian pula untuk dana pendamping Pamsimas, PNPM pedesaan/perkotaan serta PNPM integrasi. Begitu pula anggaran kaplingan dari Pemerintah Provinsi seperti anggaran BPPDGS (Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah dan Guru Swasta) yang merupakan program dan kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan tetapi harus menjadi beban anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota. Belum lagi dana “numpang lewat” seperti tunjangan sertifikat guru dan tunjangan penghasilan guru; serta dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN dulunya Jamkesmas dan Jampersal), yang semua sudah dikapling-kapling ke dalam anggaran belanja daerah.

Pertanyaan sekarang adalah, jika keseluruhan dana transfer atau dana perimbangan DAU, DAK maupun bagi hasil dari pemerintah pusat, keseluruhan belanjanya sudah dikapling, maka yang akan terjadi adalah beberapa urusan pemerintahan daerah baik urusan wajib maupun urusan pilihan yang ada di beberapa SKPD, seperti Kesbangpol, Satpol-PP, Pemuda dan Olahraga, Pengawasan, Perencanaan Pembangunan, Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil, Pariwisata dan Budaya, Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM, Pemerintahan Umum (Hukum, Humas, Organisasi dan Tata Laksana, Kepegawaian dan Diklat) dan Lain-Lain Urusan Pemerintahan/SKPD Tidak Akan Mendapatkan Alokasi Anggaran Belanja. (Kecuali Daerah2 ytang sudah mandiri dengan prosentis PAD lebih dari 70% kapan??????)

Jika dihitung-hitung dan diprosentase, maka anggaran pendapatan keseluruhan mulai dari dana perimbangan DAU, DAK dan bagi hasil, termasuk juga pendapatan asli daerah serta pendapatan daerah lainnya ikut dikapling oleh pemerintah pusat ke dalam besaran dan prosentase belanja yang mereka tetapkan sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 beserta peraturan perundang-undangan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar